OBORBANGSA.COM, BOGOR – Rumah makan Sunda Restoran Asep Stroberi yang dahulu terkenal dengan nama rumah makan Rindu Alam di Jalan Raya Puncak Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat kini keberadaanya dipertanyakan.
Pasalnya dilokasi tersebut merupakan zona hijau yang terdaftar sertifikat Hak Pakai milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan dikelola atas nama PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita).
Bangunan 3 lantai tersebut lolos dari penertiban tahap II pada Senin Agustus 2024 lantaran memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Terbitnya PBG Asep Stroberi menjadi tanda tanya publik lantaran bertentangan dengan kepres NO 114 tahun 1999. Dalam kepres tersebut dalam pasal 14 yang bunyinya, kawasan pertanian lahan basah tidak boleh di fungsikan untuk kegiatan lain, pada pasal 15, kawasan pedesaan tidak di perkenankan pembangunan di antaranya mengurangi area produktif wisata alam, sehingga diduga ada penyimpangan yang dilakukan para pejabat pemerintah provinsi Kabupaten Bogor.
Masyarakat sekitar pun menilai apabila memang terjadi penyimpangan dalam penerbitan PBG kiranya Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar mengevaluasi para pejabat yang meloloskan pertimbangan teknik. Hal tersebut di ungkapkan Abah Iwan tokoh masyarakat Cisarua Bogor.
“Apabila ada memang bener ada dugaan penyalah gunaan jabatan atau wewenang pada pegawai Pemkab Bogor,tentunya pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat segera mengevaluasi,” kata Abah, pada Selasa (6/5/2025).
Abah menyebutkan jika perlu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang di kenal tegas tanpa pandang bulu harus benar- benar mengevaluasi dengan efektif para pejabat Pemkab Bogor.
“Saya berharap Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi serius menanggapi hal ini. Kalau perlu copot Jabatannya apabila terbukti menyalahi wewenangnya sebagai pejabat,” jelas dia.
Untuk mendapatkan informasi di Kabupaten Bogor, awak media ketika mendatangi gedung Pemerintah Kabupaten Bogor, namun beberapa pejabat Pemkab Bogor sulit untuk di konfirmasi seperti, Kementerian ATR /BPN kantor pertanahan Kabupaten Bogor yang sulit untuk diminta keterangan.
Salah satu staf BPN Febby di bagian pemberdaya yang menangani urusan teknis tidak berani memberikan penjelasan. Ia hanya menyampaikan kepada pimpinannya Umar sebagai kasubag T.U sekaligus PLT penataan pemberdaya. “Saya tanya pimpinan saya dulu ya,” tuturnya.
Namun Febby mendapat arahan dari pimpinan agar awak media melayangkan surat konfirmasi. “Kata pimpinan harus mengajukan surat permohonan konfirmasi biar nanti jawabnya secara tertulis, sesuai surat konfirmasi,” ucapnya.
Beda halnya dengan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertahanan (DPKPP) Kabupaten Bogor, melalui sekretaris Dinas DPKPP Wawan mengarahkan pada hari yang sama untuk ke bagian BP, kepihak saudara Nandar. “Untuk bagian ijin silahkan ke pak Nandar,” terangnya.
Namun Sayangnya Nandar yang disebut Sekdis tersebut belum dapat memberikan informasi, lantaran pada saat itu ada beberapa tamu untuk melayani masyarakat.
Terpisah, pejabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Iwan Irawan Kabupaten Bogor saat di konfirmasi melalui pesan WhatsApp untuk minta waktunya dalam persoalan PBG Asep Stroberi, tidak ada tanggapan.
Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Kumpulan Pemantauan Korupsi Bersatu (KPKB) Dede Mulyana menyoroti Pemerintah Kabupaten Bogor, apabila ini benar adanya penyimpangan dalam kewenangan jabatan dia akan bersurat ke ombudsman RI.
“Saya akan bersurat ke ombudsman RI kalau memang adanya dugaan menyalahkan jabatan,” ujarnya.
Bahkan menurutnya akan melakukan upaya Hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Kalau perlu kami akan upaya PTUN agar Ijin PBG tersebut di batalkan,” imbuhnya.
Mengomentari hal tersebut Aktivis lingkungan dari Lingkungan hidup Rojai berpendapat mendesak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi supaya, serius menangani polemik ijin PBG Asep Stroberi.
“Kalau memang setelah di evaluasi Gubernur Jawa Barat ternyata ada kesalahan dalam penerbitan PBG harus dibatalkan itu ijinnya , juga gusur seperti warga Cisarua yang lainnya. Jangan hukum berlaku pada rakyat kecil yang notabenenya ekonomi lemah. Namun pada orang yang berduit hukum itu tidak seperti tidak berlaku. Ibarat hukum tajam ke atas tumpul ke bawah,” tegasnya.
(Asia Pujiono/Aas)