Oborbangsa.com Jakarta — Polemik hukum yang melibatkan grup raksasa sawit PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL) kembali memanas. Kantor Hukum HJ BINTANG dan PARTNERS, selaku kuasa hukum Asosiasi Petani Sawit Pasangkayu (APSP), resmi melaporkan tiga anak perusahaan AAL ke Bareskrim Polri. Pelaporan tersebut atas dugaan tindak pidana di sektor perkebunan dan korupsi di wilayah Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat.
Laporan hukum ini dilayangkan kedua direktorat penting di Bareskrim Polri, yakni Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor). Ketiga entitas yang dilaporkan adalah PT Letawa, PT Mamuang, dan PT Pasangkayu. Perusahan tersebut diduga melakukan berbagai pelanggaran serius, mulai dari pengelolaan lahan di luar HGU (Hak Guna Usaha), perambahan kawasan hutan, pengabaian kewajiban pembangunan kebun plasma 20 persen, hingga pelanggaran perpajakan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Kami telah menyerahkan bukti-bukti kuat bahwa ketiga perusahaan tersebut melakukan aktivitas di luar izin yang sah, tidak melaksanakan kewajiban kemitraan plasma, dan patut diduga melakukan gratifikasi dalam proses penanganan hukum di tingkat daerah,” tegas Hasri, S.H., M.H., Managing Partner HJ BINTANG dan PARTNERS dalam konferensi pers usai penyerahan laporan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Laporan Sebelumnya di Polda Sulbar Dihentikan Sepihak
Sebelumnya, APSP telah melaporkan dugaan pelanggaran PT Letawa ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulawesi Barat sejak Mei 2025. Perusahaan dituding melanggar Pasal 55 dan 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, karena terbukti menggarap lahan di luar HGU dan mengabaikan kewajiban membangun kebun plasma bagi masyarakat.
Namun, penyelidikan atas laporan tersebut secara mengejutkan dihentikan oleh penyidik tanpa penjelasan yang memadai. Kuasa hukum menyatakan telah mengirimkan surat keberatan atas SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) kepada Dirkrimsus Polda Sulbar, namun tidak mendapat tanggapan.
“Kami heran, laporan warga yang disertai bukti lengkap dihentikan begitu saja. Padahal, laporan perusahaan terhadap warga yang justru minim bukti dihentikan lebih dulu. Ini cacat prosedur dan jelas-jelas mencederai keadilan,” tegas Hasri.
Bareskrim Diminta Ambil Alih dan Lakukan Supervisi
Menilai Polda Sulbar gagal menjamin penegakan hukum yang independen, kuasa hukum APSP secara resmi meminta Bareskrim Polri mengambil alih seluruh penanganan perkara, termasuk membuka kembali laporan yang telah dihentikan secara tidak wajar. Kali ini, laporan diperluas tidak hanya terhadap PT Letawa, tetapi juga PT Mamuang dan PT Pasangkayu seluruhnya merupakan bagian dari Grup AAL.
Dalam laporan bernomor 055/HJ-B&P/VII/2025, tim hukum melampirkan sejumlah dokumen penting, antara lain:
- Salinan laporan polisi dan SP2HP dari Polda Sulbar
- Dokumen legalitas perusahaan, peta HGU/IUP
- Bukti perambahan kawasan hutan
- Data lapangan dan pelanggaran administratif lainnya
Mereka juga meminta penyelidikan diperluas pada indikasi gratifikasi atau suap yang diduga diberikan oleh perusahaan kepada aparat penegak hukum daerah untuk menghentikan laporan masyarakat.
Melanggar UU Perkebunan, Tipikor, dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Menurut tim hukum HJ BINTANG dan PARTNERS, tindakan perusahaan bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan sudah masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
Laporan ini juga mengacu pada:
Putusan MK No. 138/PUU-XIII/2015, yang menegaskan legalitas HGU dan IUP sebagai syarat mutlak operasional perkebunan Permen ATR/BPN No. 7/2017. Selain itu, Permen Pertanian No. 26/2007 terkait kewajiban pembangunan kebun plasma Prinsip non-diskriminasi dalam KUHAP yang melarang penghentian penyidikan secara tidak sah atau berpihak
“Kita bicara tentang kerugian negara, perampasan hak rakyat, dan pembiaran hukum. Sudah waktunya Bareskrim hadir untuk memperbaiki kerusakan hukum yang ditinggalkan oleh permainan kekuasaan modal,” tegas Hasri.
Langkah Lanjutan: Pengawalan dan Evaluasi Etik
HJ BINTANG dan PARTNERS memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk membuka kemungkinan melaporkan pelanggaran etik oleh aparat penegak hukum di wilayah Sulawesi Barat jika ditemukan adanya pelanggaran kode etik atau konflik kepentingan.
“Fokus kami sekarang adalah membuka ruang keadilan yang ditutup oleh tekanan korporasi. Bareskrim harus menjadi institusi yang berpihak pada kebenaran dan hukum, bukan pada kuasa modal,” pungkas Hasri.